"Tulisan
ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film
"Cinta Dalam Kardus" yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013."
Cintaku Gak Ada di Kardus |
Buat aku, mengungkit kembali
kenangan yang telah lalu itu semacam brunch,
snack sebelum makan siang. Bukan menu wajib, tapi bila dilakukan bisa
memberikan sensasi rasa yang berbeda, nice.
Sama rasanya saat kita sudah bisa
move on, apa salahnya sesekali mundur
sedikit?
Sebenarnya kenapa sih kita harus move on? Apa kenangan dimasa lalu itu
gak bagus? Memalukan? Bikin nyesek? Makanya seringkali kenangan itu harus
disimpan rapat-rapat, disembunyikan di tempat yang aman. Jauh dari
tangan-tangan dan mulut-mulut jahil. Karena bagi sebagian orang, kenangan yang
bikin move on itu harus dikubur
dalam-dalam supaya tidak menimbulkan masalah ketika akan melanjutkan hidup, ya
melanjutkan hidup.
Kamu, bukanlah sosok yang pernah
sebelumnya mampir dalam mimpi, atau tertuang dalam imajinasi konyol tentang
romansa kecepatan tinggi yang mungkin terjadi dalam hidupku. Pun, ketika kamu
hadir, aku gak melihat atau merasakan pertanda bahwa kamu mungkin menjadi suatu
kenangan yang harus kusimpan baik-baik.
Tapi nyatanya, secara tidak sadar
aku sudah mencetak potongan puzzle
yang kadangkala membuatku senyum-senyum sendiri atau kadang senyum-senyum bareng
temen (jadi pikirannya fly entah kemana
gitu).
Puzzle itu kalau disusun dengan benar, pelan-pelan akan menjadi
satu bagian kenangan. Kenangan tentang seseorang yang pada akhirnya memilih,
dipilih, atau tidak punya pilihan lagi selain pergi dari sisiku. Kenangan
tentang ‘kamu’.
Mungkin orang lain akan butuh
sebuah kardus untuk menyimpan kenangan yang manis, pahit, atau asem (emangnya
ketek). Dan mungkin bagi mereka waktu satu setengah bulan cukup untuk memenuhi
kardus dengan barang ‘berharga’ yang jadi sumber kenangan itu, minimal kardus
sepatu, atau kardus mie instan (kalau barangnya banyak banget, mungkin butuh
kardus rokok ukuran standar).
Tapi ketika aku coba ambil sebuah
kardus (ceritanya pengen sok-sok an nyimpen barang-barang yang mungkin bisa
menggali kembali memori tentang kamu), aku bingung. Bingung tingkat dewa,
karena kenangan selama satu setengah bulan yang aku miliki tentang kamu tidak
bisa kusimpan dalam kardus.
Kamu bukanlah seseorang yang
meninggalkan pernak-pernik cantik dan unyu
untuk dikenang (pada sebagian besar kasus, pernak-pernik ini kudu
dicabik-cabik, dibakar, atau dikasih ke tukang loak, biar gak bikin galau dalam
usaha move on).
Tapi tawa kamu sewaktu kita main
BINGO, senyuman kamu sewaktu kita contek-contekan dikelas, tampang serius
disaat kamu cerita tentang sosok seorang ibu, dan suara kamu waktu kita karaokean
(yang jujur bikin aku melting pengen
jerit-jerit macam anak SMA nonton band indie di pensi sekolah, terutama waktu
kita nyanyi bareng) adalah kenangan sederhana bagiku ketika kamu benar-benar harus
pergi.
Boy I hear you in my dream, I feel you whisper across the sea. I keep
you with me, in my heart. You make it easier when life gets hard…
Lucky I’m in love with my bestfriend…
Jadi ketika kusadari bahwa aku
harus move on, dan mengemasi semua
kenangan itu ke dalam sebuah kardus, pada akhirnya yang kudapati hanyalah ‘kardus
kosong’.
Aku gak punya apa-apa. Dan kita memang bukan siapa-siapa. Tapi
setidaknya aku punya kenangan.
Kenangan tentang kamu dan
perasaanku. Perasaan yang mungkin kamu gak pernah tahu. Perasaan yang gak pernah
mungkin aku simpan dalam kardus.
Menurutku itu hanya ‘cinta’. Bukan
‘cinta dalam kardus’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar