PENGOLAHAN LIMBAH
Pengantar
Pengolahan limbah merupakan hirarki ke 3 dari konsep pencegahan pencemaran (P2). Cara ini dilakukan manakala hirarki 1 dan ke 2 (konsep P2) yaitu reduksi sumber (reduce source) dan pemanfaatan (recycle, reuse or recovery) tidak dapat dilakukan. Secara ekonomis pilihan mengolah limbah beresiko karena memerlukan biaya dan belum tentu hasil olahannya dimanfaatkan. Dari sisi kesehatan mengolah limbah juga mempunyai resiko karena tidak jarang proses pengolahan limbah (cair, padat dan gas) berhubungan dengan bahan kimia, organisme hidup yang mungkin berbahaya dan atau beracun. Dalam bahasa P2, lokasi dimana terdapat bahan kimia berbahaya dan atau beracun (terpapar, tercecer) disebut sebagai daerah rawan (hot spot). Pekerjaan ini berhubungan erat dengan sanitasi, dimana diharapkan ketika orang berada di suatu tempat kerja atau di sekitar tempat dimana orang melakukan aktivitas untuk memproses sesuatu berada pada keadaan yang sehat. Dari penjelasan ini berarti upaya untuk menciptakan keadaan sehat semestinya dilakukan ketika berada di ruang kerja dan atau di sekitar lingkungan dari unit kegiatan tersebut. Tujuan sanitasi (industri) sebenarnya adalah pengelolaan lingkungan industri agar ketika proses produksi berlangsung tidak menimbulkan berbagai penyakit terhadap manusia yang terlibat maupun yang tidak terlibat didalam proses produksi. Cakupan sanitasi industri (Slamet Riyadi, 1984) meliputi pengelolaan air bersih, pengelolaan makanan, pengelolaan limbah, pengelolaan udara, pengendalian vektor dan binatang, serta kebersihan ruang kerja /kantor dan halamannya. Dalam sanitasi industri penekanannya diarahkan terhadap tenaga kerjanya, kesehatannya, lingkungan kerjanya serta hubungannya dengan produktivitas kerja.
2. Staf pengajar jurusan teknik kimia, fakultas teknik dan program magister ilmu lingkungan universitas diponegoro,
Sebagaimana diketahui adanya beban kerja tambahan yang tidak disadari berlangsung akibat beberapa hal. Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan dimaksud :
1. faktor fisik yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan udara.
2. faktor-faktor kimia, yaitu gas, uap, debu, kabut, fume, asap, awan, cairan dan benda padat
3. faktor biologik, baik dari golongan tumbuhan atau hewan.
4. faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.
5. faktor mental-psikologis, yaitu suasana kerja, hubungan diantara pekerja atau dengan pengusaha, pemilihan kerja dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut dalam kondisi tertentu dapat mengganggu daya kerja seorang tenaga kerja. Sebagai misal :
1. Penerangan yang kurang cukup intensitasnya menyebabkan kelelahan mata, atau kesilauan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, oleh karena itu penerangannya diatur intensitasnya dan penyebarannya.
2. Kegaduhan mengganggu daya mengingat, konsentrasi pikiran yang berakibat kelelahan psikologis, bahkan dapat menyebabkan ketulian.
3. Gas dan uap diserap tubuh lewat pernafasan dan mempengaruhi berfungsinya berbagai jaringan tubuh dengan akibat penurunan daya kerja. Uap dapat menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau keracunan. Menghirup gas CO, H2S, dapat menyebabkan keracunan, oleh karena itu perlu mengendalikan bahaya dari bahan-bahan yang beracun.
4. Debu-debu yang dihirup ke paru-paru mengurangi penggunaan optimal alat pernafasan untuk mengambil zat asam dari udara. Debu dapat menyebabkan silicosis, asbestosis dan lain-lain.
5. Parasit-parasit yang masuk tubuh akibat kondisi tempat kerja yang buruk, menurunkan derajat kesehatan dan juga daya kerjanya. Bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja penyamak kulit.
6. Sikap badan yang salah mengurangi hasil kerja, menyebabkan timbulnya kelelahan atau kurangnya fungsi maksimal alat-alat tertentu.
7. Hubungan kerja tidak sesuai berakibat kerja menjadi lamban atau setengah-setengah.
8. Suhu udara yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau hyperpyrexia, sebaliknya suhu terlalu rendah menimbulkan frostbite.
Sanitasi sebenarnya merupakan usaha kesehatan yang bertujuan untuk pencegahan maupun penolakan terhadap faktor-faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan suatu penyakit. Usaha tersebut akan menyangkut prinsip-prinsip menghilangkan atau mengurangi faktor penyebab yang secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan suatu penyakit. Lingkungan industri yang dimaksud mencakup lingkungan udara dimana orang bernafas, air yang dibutuhkan untuk minum, mandi, penerangan, maupun tempat untuk berteduh. Isi program dan implementasinya (Suma’mur P.K, 1991), antara lain meliputi :
a. Pemeliharaan tempat dan lingkungan kerja yang mendukung efisiensi kerja atau memungkinkan keadaan dalam batas-batas yang aman. Lingkungan kerja sering kurang membantu untuk mengoptimalkan produktivitas. Beberapa kondisi seperti suhu udara di ruang kerja, kelembaban, penerangan, intensitas bunyi dapat mengganggu kerja. Lingkungan kerja sering dipenuhi debu, uap, gas yang mengganggu produktivitas maupun kesehatan. Untuk mengkondisikan lingkungan agar tidak menggangu kesehatan pada pekerja, diantaranya adalah melakukan subsitusi bahan yang berbahaya dengan yang kurang berbahaya, mengadakan ventilasi untuk mengalirkan udara bersih ke ruang kerja, isolasi mesin yang sangat bising, penggunaan pakaian pelindung diri.
b. Penserasian tenaga kerja serta cara-cara kerja yang sehat (ergonomis). Tidak jarang ukuran mesin atau peralatan impor tidak sesuai dengan ukuran tenaga kerja, dapat menyebabkan badan mudah lelah.
c. Kegiatan preventif, yaitu pemeriksaan sebelum kerja yang dilakukan secara berkala.
d. Penerangan dan pendidikan tentang hubungan antara kesehatan dan produktivitas kerja. Banyak diantara pengusaha dan karyawan belum memahami adanya hubungan antara kondisi kesehatan dengan produktivitas kerja.
e. Pengumpulan dan analisa data tentang hubungan tingkat kesehatan dan produktivitas perusahaan.
f. Pencegahan pencemaran sekitar sebagai akibat industri.
Dalam makalah ini hanya disampaikan secara singkat teknologi pengolahan limbah cair dan padat saja yang terkait dengan sanitasi tersebut.
Limbah Cair
Limbah cair diartikan sebagai cairan yang terbentuk dan ”terbuang”, sebagai akibat adanya aktivitas proses produksi atau kegiatan lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung belum termanfaatkan. Dalam limbah cair dapat terkandung senyawa organik dan atau anorganik maupun mikro organisme.
Sumber Limbah Cair
Limbah cair dapat berasal dari (1) aktivitas proses produksi, limbah cair yang dihasilkan akan dicirikan adanya sisa bahan baku yang belum seluruhnya terolah, intermediate product maupun adanya produk yang terikut kedalam limbah; (2) aktivitas karyawan (mandi,cuci, kakus, kantin), maupun tempat pencucian kendaraan. Limbah ini merupakan limbah cair domestik yang dicirikan adanya mikroorganisme serta (3) air pendingin yang dibuang ke lingkungan dengan ciri daya hantar listriknya tinggi, dan atau air limbahnya menjadi panas.
Limbah Cair yang terurai secara alami sebagai fungsi waktu, mencirikan adanya senyawa organik terkandung di dalam air limbahnya.
Karakteristik Limbah Cair
Karakteristik limbah cair dapat diuraikan berdasarkan parameter airnya yaitu (1) padatan total yang terdiri atas padatan tersuspensi total (total suspended solid) dan padatan terlarut total (total dissolved solid). (2) bahan organik yang dinyatakan sebagai TOC, (Total Organic Carbon), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), (3) senyawa anorganik seperti N-anorganik (NO3-, NO2-, NH3), P-anorganik (P2O5, PO4-3).
Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan Limbah cair (Springer AM, 1986) dapat diklasifikasikan menjadi :
(1) Pengolahan Pendahuluan, dilakukan dengan tujuan agar air limbah yang akan diolah lebih lanjut, akan lebih mudah dilakukan tanpa hambatan yang berarti. Pada tahap ini dilakukan (a) ekualisasi terhadap limbah, terutama limbah cair dari proses batch, atau limbah yang berasal dari berbagai sumber yang mempunyai karakteristik sama atau sinergis, (b) netralisasi limbah agar pHnya netral (HNO3, HCl, H2SO4, H3PO4; NaOH, KOH, NH4OH, Ca(OH)2 agar pH = 6-8), (c) penghilangan minyak maupun (d) unsur/senyawa yang termasuk golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun).
(2) Pengolahan Primer, dilakukan dengan tujuan memisahkan partikel padat yang menyertai air limbah. Pada tahap ini, pemisahan partikel padat dapat dilakukan secara fisis, dimana partikel padat diendapkan secara gravitasi atau dapat diendapkan secara kimia dengan menggunakan bahan tambahan seperti bahan penggumpal /coagulant agent, flocculant, coagulant aids (Alum, Besi Sulfat/Chlorida, Kapur, PAC). Pengendapan secara kimia dilakukan ketika partikel padat tidak dapat mengendap secara langsung (ukuran yang umum digunakan adalah jika partikel padat tidak dapat terpisah dengan airnya dalam waktu kurang dari 30 menit).
(3) Pengolahan Sekunder, dilakukan dengan tujuan menurunkan konsentrasi senyawa organik dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan limbah cair yang berciri organik tersebut. Dalam proses ini limbah organik dapat berfungsi sebagai sumber makanan/substrat bagi mikroorganisme. Proses pengolahan sekunder dapat dilakukan dalam kondisi aerobik dan atau anaerobik. Hasil pengolahan secara biokimia dapat menghasilkan asam-asam organik, ester, alkohol hasil intermedier proses, serta CO2, NO3, SO4, PO4, H2O, CH4, N2, NH3, H2S pada end productnya.
Beberapa cara mengolah limbah cair secara kimia dan biokimia dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 dibawah ini.
Tabel 1. Jenis Limbah dan metoda pengolahan air limbah secara kimia
Jenis Limbah | Metoda Pengolahan | Metoda Operasi | Derajat Pengolahan | Keterangan |
Elektroplating | Penukar Ion | Filtrasi kontinu dengan resin | Air bebas mineral | Diperlukan netralisasi dan penghilangan padatan |
Elektroplating dan logam berat | Reduksi dan Pengendapan | Batch dan kontinu | Berhasil menghilangkan krom dan logam berat | Untuk pengolahan 1 hari (batch), 3 jam retensi untuk pengolahan kontinu |
Kertas, karet, cat, tekstil | Penggumpalan (koagulasi) | Batch atau kontinu | Dapat menghilangkan padatan dan koloid | Dibutuhkan tangki flokulasi dan sedimentasi, serta pengontrolan pH |
Bahan toksis atau bahan organik yang tidak mudah terurai /refraktori | Adsorpsi (penjerapan) Oksidasi kimia | Kolom isian arang aktif berbentuk serbuk Batch/kontinu, menggunakan ozon atau hidrogen peroksida | Dapat menghilangkan banyak senyawa organik Sebagian hingga seluruhnya dapat teroksidasi | Diperlukan karbon serbuk Oksidasi parsial membantu bahan organik mudah terdegradasi |
Sumber : Eckenfelder, W.W, 1989 pp.36
Tabel 2. Metoda Pengolahan Air Limbah secara Biokimia
Metoda Pengolahan | Mode Operasi | Derajat Pengolahan | Kebutuhan lahan | Peralatan | Keterangan |
Lagoons (kolam) | Intermitten/kontinu; fakultatif atau anaerob | Sedang | Tanah, retensi 10-60 hari | - | Pengendalian bau |
Aerated lagoons (kolam teraerasi) | Teraduk sempurna atau fakultatif | Rendah - tinggi | Tanah, kedalaman = 2,5-5 m, luasan : 8,5-17 m2/m3.hari | Aerator terapung atau diffuser | Perlu pengambilan padatan secara periodik |
Activated sludge (lumpur aktif) | Teraduk sempurna, plug flow, lumpur diresikel | Menghilangkan organik lebih dari 90% | Tanah atau beton kedalaman 4-6 m, serta 0,5-2,3 m3/m3.hari | Diffuser, aerartor dan clarifier untuk memisahkan lumpur | Terdapat lumpur aktif berlebihan |
Trikling filter (saringan trikel) | Kontinu, dapat diresikel | Sedang - tinggi tergantung beban | 5,5-34,5 m2 /1000m3 per hari | Packing dari plastik, kedalaman 6-12 m | Pengolahan pendahuluan sebelum act. Sludge |
Rotating Biological Contactor (RBC) | Kontinu, multistage | Sedang - tinggi | - | Piringan plastik | Diperlukan pemisahan padatan |
Anaerobic | Teraduk, dengan resikle, aliran dari atas atau bawah | Sedang | - | Diperlukan koleksi gas, pengolahan awal sebelum act. sludge | - |
Sumber : Eckenfelder, W.W, 1989 pp.37
Limbah Padat
Diartikan sebagai bahan sisa proses produksi dan atau kegiatan yang berujud padat, terbuang dan belum termanfaatkan Lohani, 1984) . Limbah padat terbentuk melalui berbagai cara (1) dari bahan bakunya dan pada umumnya tidak mengalami transformasi secara kimia maupun biokimia. Limbah jenis ini adalah sisa usaha perkayuan (penggergajian, pemotongan), sampah dapur, sampah pasar, bahan sisa yang masih melekat di wadah (2) dari hasil samping proses kimia, kimia-fisis, maupun biokimia. Limbah jenis ini secara kimia berbeda sifatnya dibandingkan dengan bahan bakunya, contohnya fermentasi karbohidrat (singkong) menjadi alkohol, produk samping pengolahan minyak mentah dengan terbentuknya aspal dan wax , tinja manusia maupun kotoran hewan (3) dari hasil pengolahan limbah secara fisika, kimia maupun biokimia (padatan tersuspensi, lumpur aktif, abu incinerator), (4) dari sisa hasil pekerjaan konstruksi (demolition), berupa batu, pasir, semen, kerikil, kayu, paku dan lainnya. (5) dari aktivitas pertanian maupun aktivitas sejenis, berupa jerami, bagase, daun dan ranting (6) dari aktivitas kesehatan seperti kain pembalut, kertas, alat suntik, infus dan prasarana medis lainnya.
Jenis Limbah
Terdapat dua jenis limbah padat (Perry, R.H, 1994) yaitu Limbah Konvensional (conventional solid waste) dan Limbah padat berbahaya (hazardous waste). Beberapa limbah padat yang termasuk limbah konvensional adalah :
a. Food waste, berasal dari hewan, buah-buahan maupun sayuran yang dihasilkan dari penanganan, penyiapan, pemasakan maupun sisa makanan. Limbah ini mudah terrurai dan membusuk.
b. Rubbish, dapat berupa limbah padat yang mudah maupun tidak mudah terbakar. Termasuk limbah jenis ini (yang mudah terbakar) adalah kertas, karton, plasatik, tekstil, karet, kulit, kayu, maupun rumput. Jenis yang tidak mudah terbakar adalah bahan-bahan yang teerbuang dan dibuat dari gelas, aluminium, besi.
c. Ashes , merupakan sisa pembakaran kayu, batubara, kokas.
d. Demolition waste, adalah limbah padatan yang berasal dari konstruksi bangunan (pemugaran, penghancuran. Limbah ini biasanya terdiri dari batu, beton, bata, besi dan kawat.
e. Special wastes, seperti binatang mati, besi rongsok,
f. Agicultural waste serta
g. Treatment plant wastes, berupa padatan dari hasil pengolahan air maupun air limbah.
Limbah berbahaya secara substansi mempunyai sifat yang dapat membahayakan orang, binatang, maupun pabrik dalam waktu singkat maupun dalam perioda waktu tertentu. Limbah ini diklasifikasikan atas sifatnya (a) kemudahannya menyala (b) korosivitasnya (c) reaktivitasnya dan (d) toksisitasnya.
Komposisi Fisis dan Kimia Limbah padat
Informasi tentang komposisi fisis limbah padat yang berasal dari industri biasanya mencakup :
a. identifikasi komponen secara individu misalnya industri kulit, komposisi limbah padatnya akan terdiri dari food waste (0-2%), paper (5-10%), wood (5-10%), leather (40-60%), rubber (0-2%), plastic (0-2%), metal (10-20%), glass (0-2%), textile (0-2%), lain-lain (0-5%).
b. Densitas limbah padatnya, biasanya diinformasikan pada wadahnya. Densitas ini sangat bervariasi tergantung kondisi geografis dan musim, lamanya limbah tersimpan.
c. Kandungan air, biasanya dinyatakan dalam prosentase berat.
Komposisi kimia limbah padat biasanya diperlukan ketika diinginkan untuk memproses limbah lebih lanjut maupun untuk kepentingan recovery. Jika limbah padat dapat digunakan sebagai bahan bakar, perlu diketahui sifat-sifat berikut :
a. proximate analysis, yang terdiri dari moisture (loss at 105 for 1 h), volatile matter (additional loss on ignition at 950 ºC), ash (residue after burning), fixed carbon (remainder) .
b. Fusing point of ash,
c. ultimate analysis , yaitu % carbon, hidrogen, oxygen , sulfur serta abu.
d. heating value
Pengolahan Limbah padat
Beberapa cara mengolah Limbah padat untuk bahan berbahaya dapat dilakukan secara fisis, kimia, thermal maupun biokimia. Secara ringkas cara pengolahannya dapat ditunjukan pada tabel 3 berikut ini .
Tabel 3. Cara mengolah limbah padat berbahaya
Operasi/Proses | Perlakuan | Jenis limbah | Ujud limbah | |
Physical treatment | | | | |
| Adsorption | Se | 1,2,3,4 | L |
| Aeration | Se | 1,2,3,4,5 | L |
| Ammonia stripping | VR, Se | 1,2,3,4 | L |
| | | | |
| Carbon sorption | VR, Se | 1,2,3,4,5 | L,G |
| Encapsulation | St | 1,2,3,4,5,6 | L,S |
| | | | |
Chemical treatment | | | | |
| Calcination | VR | 1,2,5 | L |
| Chemical dechlorination | De | 1,3 | L |
| Ion Exchange | VR, Se, De | 1,2,3,4,5 | L |
| | | | |
Thermal treatment | | | | |
| Incineration | VR, De | 3,5,6,7 | S,L,G |
| Pyrolisis | VR, De | 3,4,6 | S,L,G |
| | | | |
Biological Treatment | | | | |
| Activated Sludge | De | 3 | L |
| Aerated lagoons | De | 3 | L |
| Anaerobic Digestion | De | 3 | L |
| Anaerobic Filter | De | 3 | L |
| Trickling Filter | De | 3 | L |
| Waste Stabiliozation Ponds | De | 3 | L |
| | | | |
Keterangan :
Perlakuan : VR = volume reduction, Se = separation, De = detoxification, St = storage
Jenis Limbah : 1 = kimia anorganik tanpa logam berat, 2 = kimia anorganik dengan logam berat ,
3 = kimia organik tanpa logam berat, 4 = kimia organik mengandung logam berat,
5 = radiologi, 6 = biologis, 7 = mudah terbakar,
Ujud limbah : S = solid, L= liquid, G = gas
4. Daftar Pustaka
Eckenfelder, W.W., 1989, Industrial Water Pollution Control, 2nd edition, McGraw-Hill,Inc.,
Lohani B.N., 1984, Environmental Sanitation Reviews : Recycling of Solid Waste, Environmental
Lukman Ali, 1995, Kamus Besar bahasa
Perry R.B, 1994, Perrys Chemical Engneers’Handbook, 6th ed.
Slamet Ryadi, 1984, Kesehatan Lingkungan, Karya Anda, Surabaya
Springer A.M., 1986, Industrial Environmental Control, John Wiley & Sons,
Suma’mur P.K., 1991, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, CV, Haji Masagung, Jakarta
Bahan diskusi
Sebuah pabrik tekstil yang terintegrasi mengolah limbah cairnya secara kontinu. Hasil analisa terhadap 4 parameter kunci menunjukan pH = 10, TSS = 1.000 mg/l , BOD = 1.000 mg/l, COD = 3.000 mg/l. Limbah dialirkan kedalam bak ekualisasi, dinetralkan dan selanjutnya dialirkan ke bak lain untuk diolah secara kimia dan biokimia. Untuk netralisasi limbah, dilakukan dengan menambahkan asam sulfat. Operator mengencerkan dulu asam sulfat sebelum ditambahkan ke dalam limbah. Setiap hari operator terbiasa mengencerkan 20 liter asam sulfat pekat yang dimasukan ke dalam drum terbuka (200 liter), kemudian menyemprotnya dengan air hingga penuh.
Setelah dinetralkan, limbah dialirkan ke dalam bak pengendap, namun sebelumnya dicampur dengan garam besi (III) sulfat untuk mengendapkan TSS nya (umumnya berupa serat sintetis dan zat warna). Endapan yang terbentuk dipisahkan dari air limbahnya dan dikeringkan, untuk selanjutnya di insinerasi. Limbah padat diumpankan secara manual dengan cara membuka tutupnya ketika memasukkan limbah padat. Karena keterbatasan kapasitas, limbah padat di umpankan secara periodik, tanpa menunggu selesainya pembakaran awal. Limbah Cair yang telah dipisahkan dari endapannya selanjutnya diolah dalam bak tertutup secara anaerob dan dilanjutkan dengan pengolahan secara aerob dalam bak terbuka. Setiap hari dilakukan pengambilan contoh limbah dari keluaran bak anaerob yang mengalir ke bak aerob. Agar terjadi aerasi awal, limbah cair dari bak anaerob di semprotkan ke permukaan air yang ada di bak aerob. Pengolahan secara aerob memanfaatkan lumpur aktif, sehingga di hasilkan endapan biomassa yang harus dipisahkan dalam bak Clarifier. Limbah padat hasil pemisahannya di gunakan untuk pupuk tanaman, sedang air limbahnya langsung dibuang ke lingkungan karena telah memenuhi baku mutu limbah.
1. Gambarkan blok diagram pengolahan limbah di pabrik tekstil tersebut
2. Menurut saudara di lokasi mana anda menetapkan sebagai daerah rawan ?
3. Jelaskan mengapa anda menetapkan lokasi tersebut sebagai daerah rawan
4. Bagaimana sebaiknya bekerja pada di lokasi daerah rawan
5. Dimana anda mendapati proses pengolahan diatas yang kurang benar
6. Mengapa proses pengolahan air limbahnya dilakukan dengan cara kimia dan biokimia ?
Selamat berdiskusi sekitar 20 menit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar