Rabu, 12 Juni 2013

Bukan 'Cinta Dalam Kardus'

"Tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film "Cinta Dalam Kardus" yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013." 

Cintaku Gak Ada di Kardus

Buat aku, mengungkit kembali kenangan yang telah lalu itu semacam brunch, snack sebelum makan siang. Bukan menu wajib, tapi bila dilakukan bisa memberikan sensasi rasa yang berbeda, nice.

Sama rasanya saat kita sudah bisa move on, apa salahnya sesekali mundur sedikit? 

Sebenarnya kenapa sih kita harus move on? Apa kenangan dimasa lalu itu gak bagus? Memalukan? Bikin nyesek? Makanya seringkali kenangan itu harus disimpan rapat-rapat, disembunyikan di tempat yang aman. Jauh dari tangan-tangan dan mulut-mulut jahil. Karena bagi sebagian orang, kenangan yang bikin move on itu harus dikubur dalam-dalam supaya tidak menimbulkan masalah ketika akan melanjutkan hidup, ya melanjutkan hidup.

Kamu, bukanlah sosok yang pernah sebelumnya mampir dalam mimpi, atau tertuang dalam imajinasi konyol tentang romansa kecepatan tinggi yang mungkin terjadi dalam hidupku. Pun, ketika kamu hadir, aku gak melihat atau merasakan pertanda bahwa kamu mungkin menjadi suatu kenangan yang harus kusimpan baik-baik. 

Tapi nyatanya, secara tidak sadar aku sudah mencetak potongan puzzle yang kadangkala membuatku senyum-senyum sendiri atau kadang senyum-senyum bareng temen (jadi pikirannya fly entah kemana gitu).
Puzzle itu kalau disusun dengan benar, pelan-pelan akan menjadi satu bagian kenangan. Kenangan tentang seseorang yang pada akhirnya memilih, dipilih, atau tidak punya pilihan lagi selain pergi dari sisiku. Kenangan tentang ‘kamu’.

Mungkin orang lain akan butuh sebuah kardus untuk menyimpan kenangan yang manis, pahit, atau asem (emangnya ketek). Dan mungkin bagi mereka waktu satu setengah bulan cukup untuk memenuhi kardus dengan barang ‘berharga’ yang jadi sumber kenangan itu, minimal kardus sepatu, atau kardus mie instan (kalau barangnya banyak banget, mungkin butuh kardus rokok ukuran standar).

Tapi ketika aku coba ambil sebuah kardus (ceritanya pengen sok-sok an nyimpen barang-barang yang mungkin bisa menggali kembali memori tentang kamu), aku bingung. Bingung tingkat dewa, karena kenangan selama satu setengah bulan yang aku miliki tentang kamu tidak bisa kusimpan dalam kardus.

Kamu bukanlah seseorang yang meninggalkan pernak-pernik cantik dan unyu untuk dikenang (pada sebagian besar kasus, pernak-pernik ini kudu dicabik-cabik, dibakar, atau dikasih ke tukang loak, biar gak bikin galau dalam usaha move on). 

Tapi tawa kamu sewaktu kita main BINGO, senyuman kamu sewaktu kita contek-contekan dikelas, tampang serius disaat kamu cerita tentang sosok seorang ibu, dan suara kamu waktu kita karaokean (yang jujur bikin aku melting pengen jerit-jerit macam anak SMA nonton band indie di pensi sekolah, terutama waktu kita nyanyi bareng) adalah kenangan sederhana bagiku ketika kamu benar-benar harus pergi. 

Boy I hear you in my dream, I feel you whisper across the sea. I keep you with me, in my heart. You make it easier when life gets hard…
Lucky I’m in love with my bestfriend…

Jadi ketika kusadari bahwa aku harus move on, dan mengemasi semua kenangan itu ke dalam sebuah kardus, pada akhirnya yang kudapati hanyalah ‘kardus kosong’. 

Aku gak punya apa-apa. Dan kita memang bukan siapa-siapa. Tapi setidaknya aku punya kenangan.

Kenangan tentang kamu dan perasaanku. Perasaan yang mungkin kamu gak pernah tahu. Perasaan yang gak pernah mungkin aku simpan dalam kardus. 

Menurutku itu hanya ‘cinta’. Bukan ‘cinta dalam kardus’.

Tidak ada komentar: