Tampilkan postingan dengan label kompetisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kompetisi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Oktober 2015

Satu Hati (Bukan Kisah Cinta)


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Honda Motor dan Nulisbuku.com

Akhirnya saya nulis lagi gais... (terharu.com)
Semoga bermanfaat ya...

Enjoy :) 


Satu Hati (Bukan Kisah Cinta)
Siang itu terik seperti biasanya. Orang Indonesia bilang ini musim kemarau, tapi turis asing punya sebutan keren “summer” atau musim panas. Aku berteduh di bawah atap warung kopi sederhana, langsung menghadap jalan raya. Kalau kuperhatikan, jalanan ini tak pernah lengang. Kendaraan yang berlalu lalang terlalu variatif. Sebutkan saja semua moda transportasi darat; mobil, sepeda motor, angkot, bus kota, bus AKAP, truk, sepeda, bahkan sesekali ada bajaj atau delman nyasar yang lewat. Mungkin hal ini dikarenakan warung kopi ini tepat berada di pinggir ruas jalan pinggiran ibukota yang ramai.
Iseng saja kuperhatikan pengunjung warung kopi yang datang silih berganti. Ada yang menghabiskan sepanjang siang hingga sore hari hanya karena tak mau menghajar panasnya cuaca, ada yang sekedar memesan kopi untuk sekali tenggak lantas melanjutkan perjalanan, ada yang memang niat nongkrong sambil ngopi murah, tapi menurutku yang paling parah adalah mereka yang mampir tapi malah tanya WC dimana.
Kadang kalau punya waktu lebih lama, bisa kusimak pembicaraan para pengendara yang melepas lelah di warung kopi ini. Topik pembicaraannya tak jauh-jauh dari menghujat Presiden, membahas harga bahan bakar yang semakin labil, atau curhat masalah gaji yang tak kunjung ada kenaikan. Tapi yang paling menarik dan sering kucuri dengar adalah percakapan para pengendara motor yang cenderung lebih seru. Terkadang penampilan mereka juga tak kalah seru.
Kemarin aku ingat ada seorang pengendara motor yang gayanya maksimal, ‘RIDER’ banget! Bagaimana tidak, jaket kulit hitamnya melekat sempurna ditubuh laki-laki yang cungkring itu, celana panjangnya tak kalah ketat dengan sejenis rantai yang melingkar di pinggangnya (kemungkinan itu rantai dompet, lah ini kan style jadul yak?), penampilan sempurna itu ditunjang dengan boots yang kelihatan KW tapi kinclong serta sarung tangan kulit yang ada duri-durinya. Orang semacam ini akan muncul dengan helm balap hitam yang mahal, biar kelihatan imbang dengan motor sport-nya yang tak mungkin dibeli cash.
Begitu memarkir motornya di tempat aman, ia akan melangkah parlente ke warung kopi dan memesan kopi yang paling murah dengan gaya segaul mungkin.
“Pesen kopi item satu bro! Nggak pake gula, eh kalo gratis ya boleh lah!”
Meski jelas uangnya pas-pasan, ia akan tetap memamerkan sepeda motor kerennya. Motor 1000cc yang setiap dipacu akan membuat pengendaranya jadi merasa seperti Om Rossi. Aku tak ragu para pemilik motor semacam ini senang ikut balapan liar. Tapi melihat perlengkapan bermotornya dan kostum sempurnanya, aku sempat mengira dia pengendara yang cukup peduli pada safety.
Bayanganku langsung buyar dan aku kecewa ketika sempat mendengarnya bercerita dengan bangga bahwa ia kerap memacu sepeda motornya di atas kecepatan rata-rata yang diperbolehkan di jalan raya dalam kota.
“Yang penting kan gue safety bro… Pake jaket, pelindung tangan, sepatu, helm…” pengendara ini komat-kamit pamer pada lelaki muda lainnya yang nampaknya sok paham.
‘Tuh kan bener dia pasti hobi balapan juga! Safety dari Hongkong Mas?! Caramu nyetir motor itu lho yang nggak safe sama sekali!’ Ingin rasanya aku mengomel di hadapannya tapi apa daya aku hanya bisa mencibir dalam hati.
Di lain kesempatan, aku ingat betul sedang bergeming di warung kopi yang sama, tapi menghadap persimpangan jalan dimana ada lampu lalu lintas yang acapkali mati sehingga menimbulkan kericuhan. Maka dari itu, beberapa kali ada polisi lalu lintas yang ditugaskan mengatur traffic di sana. Aku sih, senang-senang saja melihat situasi semacam ini. Kalian tahu kenapa? Karena aku sering menonton adegan drama antara polisi dan pengendara yang kena tilang.
Yap. Keberadaan polisi lalu lintas seringkali menjadi momok bagi para pengendara. Dibandingkan pengendara mobil atau supir angkutan umum, para pengendara sepeda motor lebih sering tertangkap basah sedang melanggar peraturan. Entah itu yang sudah tahu tapi sengaja melanggar, atau mereka yang memang bawa motornya ‘ngawur’. Aku saja tahu bahwa rambu lalu-lintas itu bukan sekedar pajangan. Entah kenapa masih ada saja yang nekad melanggarnya.
Lamat-lamat kudengar bunyi peluit dan keributan kecil di lampu merah. Ada pengendara motor yang sedang apes, tertangkap oleh polisi lalu lintas yang sedang piket hari itu, seorang polwan berperawakan tinggi besar sementara yang tertangkap adalah bocah-bocah berseragam SMP yang sedang boncengan bertiga. Entah orang-orang terinspirasi lagu dangdut atau apa, yang jelas aku tahu apa sebutan bagi pelanggar lalu lintas semacam ini, ‘cabe-cabean’.
 Percakapan mereka lalu bisa kusimak setelah ketiga pelanggar cilik itu diseret ke pos polisi yang tak jauh letaknya dari warung kopi.
“Adek tahu salahnya apa?!” Aku mendengar suara ibu polwan yang menggelegar itu dan sedikit gentar, padahal bukan aku yang sedang diinterogasi. Bisa kulihat pula tiga anak SMP yang menciut di samping sepeda motornya.
“He…helm…helmnya kurang satu Bu…” Si anak yang paling tinggi berusaha memberikan klarifikasi tapi gagal.
“YA JELAS HELM NYA KURANG SATU! KAN KALIAN BONCENG TIGA!” si ibu polwan muntab, salah satu anak mulai menangis, aku curiga yang dua lagi hampir kencing di celana karena gugup.
“Tak ada surat-surat juga! Mana STNK motor kau? Belum lagi kalian masih kecil-kecil pulak! Mana mungkin punya SIM! Dan kenapa pulak orangtuanya kasih saja motor, kan banyak kendaraan umum! Bah!”
Ada sekitar setengah jam lebih si ibu polwan mendaftar poin-poin pelanggaran yang dilakukan anak-anak itu. Hingga akhirnya adegan itu berakhir dengan tiga anak sekolahan itu pulang naik angkot karena motornya ditahan, belum lagi dapat bonus surat tilang. Wajah mereka pucat pasi, bukan karena habis disemprot habis-habisan oleh ibu polwan, tapi karena membayangkan omelan mamak nya di rumah. Kasihan sih. Tapi bagiku, mereka pantas mendapatkan peringatan semacam ini. Berhubung memang salah dan sudah membahayakan jiwanya sendiri juga orang lain, mungkin saja kan waktu mereka naik sepeda motor bertiga ada salah satu yang jatuh, atau parah-parahnya motor oleng dan mencelakakan pengendara lain. ‘Ah, anak jaman sekarang memang labil!’
Kadang aku juga bertanya-tanya, orangtua yang memberikan izin anak-anaknya mengendarai motor itu apa sudah memikirkan resikonya matang-matang. Jangankan ujian SIM dan lulus tes membaca tanda lalu lintas, sebagian besar anak-anak itu badannya kalah besar dengan motor yang dikendarainya. Sudah begitu tetap saja para remaja tanggung ini hobi memacu motornya kencang-kencang, ikut konvoi, dan terkadang sering gaya tak mau pakai helm, alasannya cuma mau ke warung yang dekat.
 ‘Lah, kalau dekat ya jalan kaki saja lah Dek!’ Aku mengomel dalam hati lagi.
*********
Dari hasil pengamatanku, kasus pelanggaran lalu lintas yang paling sering dijumpai tapi lebih banyak luput dari tindakan para polisi adalah menerobos lampu merah. Hampir seluruh kalangan pengguna sepeda motor pernah sengaja ataupun tidak sengaja karena ‘kepepet’ menerobos lampu merah.
Bila harus kujelaskan, kronologisnya sederhana saja.
1)      Lampu lalu lintas yang sudah berubah hijau hanya punya waktu singkat, kadang ada keterangan waktu di lampu lalu lintas, tapi lebih seringnya tidak ada;
2)      Para pengendara ngebut begitu melihat lampu masih hijau;
3)      Waktu untuk rambu lampu hijau sudah hamper habis, pengendara cemas;
4)      Karena malas berhenti atau sedang buru-buru, atau memang iseng, kendaraan bermotor suka ‘bablas’ ketika lampu hijau baru saja berubah jadi merah.
Hanya selisih sepersekian detik memang, tapi mari kita umpamakan kalau tiba-tiba ada kendaraan dari arah lain melintas, bisa terjadi kecelakaan fatal. Apalagi seringkali ada motor yang senang mencuri start duluan sebelum lampu hijau benar-benar menyala. Sudah klop lah bahayanya karena tabiat orang Indonesia memang sudah kurang taat peraturan seperti itu.
Masih ada banyak lagi jenis pelanggaran lalu lintas yang pernah kujumpai. Sekali lagi aku tekankan ya, bukan aku yang melanggar.
Salah satu pelanggaran yang paling ‘hits’ di ibukota adalah masuk jalur busway. Busway sendiri adalah jalur khusus yang dibangun pemerintah sejak ada kendaraan umum berupa bus Trans yang memiliki trayek dan jalur sendiri. Anehnya, meski sudah ada larangannya, tetap saja jalur ini dijejali kendaraan lain. Mobil pribadi, angkot, bahkan sepeda motor sering merangsek masuk jalur ini. Tujuannya tentu saja untuk menghindari kemacetan yang mengular.
Bayangkan saja bila ada bus Trans yang melaju kencang menuju ke haltenya di jalur busway, sementara ada sepeda motor yang tiba-tiba berada di jalur itu. Sudah kerap kali masuk berita, ada pengendara motor yang terlindas bus di jalur busway. Lagi-lagi itu salahnya sendiri, ‘Salah jalan broo…’.
Tak ada habisnya aku mengenang peristiwa semacam ini. Mungkin ada yang menganggapnya tidak penting. Tapi aku menjadikan hal-hal ini sebagai pelajaran di jalan raya. Demi keselamatan diri sendiri dan pengendara lain tentunya. Karena setelah aku amati, jangankan mereka yang melanggar lalu lintas, orang-orang yang taat peraturan serta selalu mementingkan keselamatan dalam berkendara, masih bisa juga terkena musibah kecelakaan lalu lintas di jalan.
Dari hasil sedikit baca-baca surat kabar, aku tahu bahwa menurut Data Kepolisian Republik Indonesia tahun 2014, sepanjang tahun lalu jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia mencapai 31.234 jiwa. Dan sebesar 70% kecelakaan di jalan raya itu, melibatkan pengendara sepeda motor.
Beragam jenis penyebab kecelakaan lalu lintas, entah itu ketidakdisiplinan dalam memakai alat pelindung diri saat berkendara, rendahnya ketaatan terhadap peraturan lalu lintas, fisik yang kurang fit saat berkendara, tidak serius atau bercanda selama berkendara, bahkan bisa jadi tindakan kriminal seperti mabuk pada saat berkendara. Semua itu berawal dari keteledoran satu pengendara, namun akhirnya mengakibatkan kecelakaan beruntun yang fatal.
Bukan bermaksud sok tahu, tapi tak semua orang tahu akan fakta-fakta ini. Walaupun ada yang tahu, di mataku sebagian besar orang sudah terbiasa mengabaikannya. Miris.

*************
Hari ini cukup sudah pengamatanku dari warung kopi pinggir jalan. Aku bersiap untuk melanjutkan perjalanan saat kulihat ‘pengendara’ku sudah meraih jaketnya dan memakai sarung tangan. Lantas meraih helm full-face yang digantungkannya pada gagang spion ku.
Ya, aku adalah sebuah sepeda motor matic yang dengan setia menemani pengendaranya menyusuri jalanan ibukota, mencari nafkah. Mungkin seharusnya kuperkenalkan dulu pemilikku ini sejak awal. Ia adalah seorang pemuda yang polos, rajin bekerja sebagai sales produk makanan, taat beribadah, masih jomblo dan tentunya sangat mengutamakan keselamatan berkendara.
Yang kutahu, ia selalu mengenakan perlengkapan standar pengendara bermotor. Helm SNI, jaket, sarung tangan, sepatu yang nyaman, kadang juga masker bila polusi udara sudah tak tertahankan. Ia juga selalu merawatku dengan baik. Membersihkanku meski kadang kala tak ada waktu, mengantarku ke service dealer tepat pada waktunya, selalu mengecek tekanan ban sebelum bepergian, dan ia bahkan selalu berkomitmen untuk mengisiku dengan bahan bakar yang berkualitas.
Pemilikku juga seorang yang paham dan tertib lalu lintas. Ia lulus ujian SIM C dengan  melalui ujian tertulis dan praktik. Surat-surat kendaraan selalu diperbaharui sebelum jatuh tenggat masanya. Dalam berkendara pun ia orang yang santun. Tak pernah ia membawaku menerobos lampu merah, atau menyalip dari sisi yang salah. Tak pernah pula ia ikut kebut-kebutan dan masuk ke jalur busway meski menghadapi macet di depan mata.
Mungkin orang seperti ini sudah sangat langka di ibukota. Yang pasti, aku sangat bangga menjadi sepeda motornya dan aku berjanji dalam hati, akan menjadi sarana transportasi yang berguna baginya. Semoga saja aku panjang umur ya, supaya tetap aman dipakai oleh anak cucunya nanti.
***********
Sekali lagi aku memperkenalkan diri.
Aku adalah sebuah sepeda motor matic yang senang memperhatikan keadaan lalu lintas di sekitarku. Setiap kali berpapasan dengan sesama kendaraan lain, terutama sepeda motor dengan beragam jenis, variasi, dan merk, kami seringkali hanya sempat bertukar senyum.
Meski di masa depan jumlah kendaraan akan semakin meningkat, aku selalu berharap tingkat kecelakaan lalu lintas tidak akan ikut meningkat. Tentunya itu bila didukung dengan kesadaran oleh para pengendaranya. Sayang kami tak bisa mengatakan hal ini pada pengendara dan pemilik kami. Kami hanya bisa  merasa bersalah karena dituding menyebabkan kemacetan, kepadatan dan kecelakaan lalu lintas.
Bukankah kalian yang menciptakan kami, menjual kami, dan menjadikan kami moda transportasi? Tidak. Kami tidak menyalahkan kalian para pengendara. Namun, andaikan saja semua pengendara sama seperti pemilikku ini, maka lalu lintas di ibukota dan kota lainnya di Indonesia pasti bisa menjadi lebih tertib, aman dan nyaman.
Jangan salah kawan. Kami juga punya hati. Dan ini mungkin bukan hanya suara hatiku, tapi juga suara hati sepeda motor dan kendaraan lain.
Karena kami satu hati.

:))

Sabtu, 01 Maret 2014

Buku(ku) di Surga :D

Dari dulu saya cinta mati sama buku...

Bisa bahagia banget menghabiskan waktu seharian sama buku doang.
Bisa ngekek sampe macam orang gila kalo baca komik lucu.
Bisa nangis bombay lebay setengah jam kalo habis baca novel sedih macam punyanya Om Tere Liye.

Dan... saya bakal girang banget setiap menginjakkan kaki ke toko buku.
(FYI, di kampung halaman saya di Sampit nggak ada toko buku gede macam Gramed* ada juga toko buku abal-abal yang jarang update tapi ya alhamdulillah juga sih ketimbang nggak ada blass....)

Salah satu impian saya sejak saya mulai baca majalah Bobo dan baca buku cerita Enid Blyton diselingi novel dewasa Mira W , Gola Gong dan NH.Dini ( pada tau gak penulis-penulis lawas ini? kalo nggak tau yoh wisss....) ,
adalah... bisa ke toko buku dan menemukan buku tulisan saya sendiri.

Jadi ke toko buku itu nggak cuma ngejar novel  best seller karangan Dee sama Dan Brown, atau buku motivasinya mbak Merry Riana, tapi juga sambil nyari buku karya sendiri. Gitu loh maunya....

Dan ternyata sekarang, Alhamdulillah yah, doa dan cita-cita saya terkabul~

Udah bisa nemu buku yang di sampulnya ada nama saya walopun secuil.
 Iya secuil! Soalnya nulisnya rame-rame, keroyokan. Gara-gara ikutan kompetisi menulis dari penerbit buku yang cukup kece, jadinya tulisan saya bisa di publish... ayeeeyyyy...

ALhamdulillah lagi yah, walaupun nulis rame-rame dan sedikit-sedikit, tapi hasil karya saya yang diterbitkan uda lumayan lah ya...

1* Cerita Horor Kota
Ini yang pertama kali, perdana, bikin hepi banget, a huge comeback dimana saya udah lama banget nggak nulis lalu mulai nulis lagi dan alhamdulillah jadiii buku ini... Kumpulan cerita horor dari daerah yang beda-beda, bareng 10 penulis lain yang menang kompetisi plus Mbak Dwitasari yang udah nulis macem-macem.... Bangga mamen! :D *thx Plotpoint*



2* Biarkan Hijabku Berkibar
Ini juga iseng nulis tentang gimana mulanya bisa berjilbab trus bisa berprestasi walaupun pake hijab. Tau-tau dapet kiriman bukunya sama hadiah sertifikat n jilbab gituu... hehehe



3* Lovable & Replacable
Ini juga nulisnya dadakan, pendek pulak. Ternyata lolos juga, bareng banyak banget penulis lainnya tapi rak popo... hahaha. Ditambah lagi dua sohib saya yang juga writer, Dima n Noor, ikutan masuk di kompilasi curhatan cinta galau disini... Makasih DeTeens*




4* Sembilan Sembilan Kosong
Nah, yang ini ceritanya kumpulan cerpen duet gitu. Lagi-lagi saya nggak jauh-jauh, dapet temen duetnya si Hendra anak tekim undip juga,,, tsaaahh hahaha. Walopun sebagian besar dari saya, tapi tetep tanpa dia saya nggak bisa ikutan kompetisi ini haha. Dan akhirnya, buku ini rilis juga. Makasih DeTeens* lagi... :D (ada tulisan Mas Syaifullan juga disini, kakak kelas saya di tekim yang uda punya dua novel... superb!)



Nah, karena penasaran, udah dua minggu ini saya main ke toko buku di Jakarta (karena sekarang Alhamdulillah juga yah, uda punya kerjaan di Jakarta yeaayyy! :D),
Yang pertama Gramed* di sebuah mall gitu...

Saya sama Dima, yang main dari Karawang, langsung excited masuk toko buku, menuju jajaran novel... liat-liat dengan teliti (berhubung buku kami nggak ada di best seller hahaha- Aku RaPoPo)...

Dan akhirnyaaaa... eng ing eeeeenggg!!!! NEMU!


Girang banget pertama kali lihat buku tulisan sendiri (meskipun bukan penulis solo), yang nangkring di rak toko buku. Sayangnya itu buku cerita horor kota posisinya jejeran sama novel-novel horor yang tampilan covernya sesuatu sekali... *Padahal sayanya cemen banget sama yang horor-horor. Hmmm


Terus, tadi jalan lagi ke toko buku lain. Ini Gramed* gede di Matraman. Saya surprised lagi!
Yep, itu buku dua nongol lagi... Dan yang cerita horor kota, ada di tumpukan depan... nggak jejeran buku-buku serem lagiii hahahahahah (LEGA).
Lalu saya (lagi-lagi) langsung take picture sama si buku...
(makasih buat Dian, temen kantor yang sudah menemani saya kegirangan berlebay di toko buku).



**Sayang banget, saya nggak nemu dua buku lainnya. Salah satunya mungkin karena penerbitnya nggak terlalu beken, yang satunya karena belom ready stock (tadi sih searching di database toko, judulnya uda ada tapi stock masih NOL, hmmmmmm ditunggu loohhh).

Waktu bergulir, saya sama Dian masih lihat-lihat buku... Hari makin siang, makin laper.
Entah kenapa ketika capek muter-muter dan cengengesan mandangin buku tempat saya numpang ngeksis, tiba-tiba saja terlintas bayangan seorang cowok geje yang juga sekantor sama saya.

Yep, bayangannya tiba-tiba terlintas sebab dia punya riwayat menulis yang juga cukup membanggakan...
Gak tahu nasip apa, kerja di kantor instansi pemerintah kok ya ketemunya bisa sesama penulis gelo juga... 

Sebut saja dia NOa ( ini nama aseli, dan bukan Ariel Noah, CATET!).
Si Noa ini sudah punya satu buku karyanya sendiri, yang judulnya 3G (Gendut-Ganteng-Gila.... *saya ngetik sambil mules, ini saya iklanin loohh bukunya Noaaaa #bayar!).

Saya sama Dian lalu heboh nyari buku si Noa. Di tumpukan depan, ngga ada, Di Novel-novel remaja, ngga kelihatan. Dan akhirnya berdasarkan database, kami menemukan kode rak posisi buku itu berada.

Entah waktu itu gimana caranya, pokoknya saya meneliti rak display nomer 31062~ (buset dah).
Bagian atas rak ini dipenuhi bukunya Raditya Dika, Aditya Mulya dan penulis kocak beken lainnya. Sampek akhirnya saya telusuuurrr... teruuussss... makin bawaaahhh... makin pojoookkkk
daaannnnnnnnnnnnnnnn

NEMU!

Buku 3G nya si Noa. (dengan gambar udel gede banget) nemplok di pojok kiri bawah rak, nyempil nggak kelihatan kalo nggak diintip dengan pose nungging hampir koprol...

ALhamdulillah yah, lalu saya beli satu.... Karena dia temen, dan apresiasi buat sesama penulis muda (eaaaaaakkk). Bedanya dia sudah selangkah lebih maju, sudah sukses punya buku dengan namanya sendiri mejeng di cover. penulis tunggal! Keren bro!


Then, hari ini berlalu dengan Dian yang dapat satu buku Tere Liye dan saya bawa buku karya temen sekantor~ Noa.


Buat saya, buku itu semacam dunia kecil yang nggak bisa disamakan viewnya antara pembaca satu dengan pembaca lain.

Buku itu adalah dunia lain dimana kita bisa masuk dalam kisah yang bisa aja absurd, lucu, serem, so sweet, lebay atau impossible.

Buat saya toko buku adalah SURGA.
Dan suatu kebanggaan bisa melihat karya sendiri dipajang di salah satu sudut surga itu. :)

Buat yang suka nulis. Mau apapun itu, blog, cerpen, note FB. twit, apa aja. Keep Writing.
Buat yang suka nulis tapi belum diterbitin, santai aja bero! Keep writing until something happen
Buat yang sudah nulis profesional, ayo terus cari inspirasi, tuliskan dan buat tulisanmu jadi inspirasi untuk orang lain.

Buat yang suka baca, jangan lupa beli buku kita yaaaaa, :D #enjoy !!!


*PS: Semoga buku saya yang belom ada di toko buku cepetan rilis. Dan semoga saya bisa nulis buku tunggal kaya Noa dan penulis senior lainnya... AMin :D

Selasa, 10 Desember 2013

We are the Winners :')

Berkali-kali naik ke atas panggung atau podium dengan predikat juara atau dapat penghargaan sebagai mahasiswa, ternyata justru membuat saya jadi terlalu terbiasa dengan euforia kemenangan itu...

Sampai kemarin, saya menemukan sensasi yang berbeda.


Saya, seorang lulusan Teknik Kimia. Dan sudah setahun lebih sejak lulus, saya berkelana dengan berbagai macam job (okelah, sebenernya cuma 3 macam : manufacture engineer, teacher, dan pengangguran-emangnya ini job?).

Kemudian 6 bulan terakhir ini saya pun memutuskan untuk bantuin kerjaan ortu. Kebetulan si mamake dan bapake ini sudah 10 tahun lebih menjalankan lembaga kursus yang cukup trusted di kota kami, UMC Sempoa.

Buat yang nggak tahu apa itu sempoa, saya nggak mau jelasin panjang lebar.
Yang jelas, di UMC sempoa, anak-anak bukan belajar matematika, tapi belajar menghitung cepat dengan bantuan sempoa sampai nantinya bisa menghitung hanya dengan mental, tanpa alat bantu. Dan meskipun outputnya adalah kemampuan berhitung cepat, tapi sebagian besar anak yang berhasil karena sempoa mempunyai kepribadian yang lebih baik, rasa percaya diri serta kreativitas dan kemampuan analisa yang baik. Rata-rata juga berprestasi di sekolahnya, meski tidak sedikit juga orangtua yang protes karena kemampuan anaknya tidak berubah meski ikut belajar sempoa.

Well, itu sekilas tentang apa yang saya kerjakan sekarang.

UMC Sempoa ini sendiri adalah license resmi dari UMC Sempoa Indonesia yang berpusat di Jakarta, yang juga berlisensi UCMAS Malaysia-China. Karena itulah, seluruh siswa UMC berkesempatan untuk berpartisipasi di ajang lomba tingkat Nasional sampai Internasional setiap tahunnya.


Tahun ini sendiri lomba sempoa nasional diselenggarakan di Bali (emang saya belum sempat ngereview). Dan murid-murid UMC Sampit yang ikut mencapai lebih dari 20 siswa. Memang tidak semuanya berhasil jadi juara, tapi berdasarkan standar kemampuan, ada 12 siswa yang berkesempatan ikut lomba Internasional.

Akhirnya, berangkatlah 9 siswa untuk mengikuti Olimpiade Aritmatika Internasional ke-19 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Arena Lomba (tampak dari podium atas, ga bisa masuk krn g dpt nametag panitia :(( bete )

Saya memang bukan pengajar utama, karena masih ada mamah saya, dan seorang guru senior yang biasa melatih murid-murid kami. Tapi entah kenapa saya merasakan kebanggaan tersendiri setiap kali melihat anak-anak ini menunjukkan kemampuannya saat demo di depan petinggi daerah, macam sekda, kepada dinas pendidikan, sampai di depan Bupati dan Gubernur.
Dilepas oleh Gubernur Kalteng, Bpk Teras Narang

Perasaan ini semakin membuncah saat saya melihat murid UMC Sempoa Sampit berada di arena lomba Internasional. Bersama ribuan anak lain dari seluruh dunia. UCMAS sendiri memiliki 55 negara yang berlisensi sebagai anggota, dan lomba tahun ini diikuti oleh peserta dari 32 negara, amazing.
Di depan tempat lomba, International Islamic University Malaysia

Saya yang sepanjang lomba kerjaannya cuma nyooting anak-anak dari podium aja berasa gemetar melihat partisipan lomba yang sebegitu banyak dari seluruh dunia.
Saya nggak kebayang bagaimana gugupnya murid-murid saya yang bertanding di sana.
Saya cuma bisa komat-kamit berdoa semoga mereka diberikan kelancaran, dan kemudahan dalam berlomba. Wish we luck!

Dan...

Setelah anak-anak mengikuti kompetisi tertulis dengan 7 level berbeda, serta satu kompetisi menghitung dengan English Listening (kalo ini saya yang ngelatih setiap minggunya).

Bergetarlah hati saya begitu pembacaan juara dan bergaung satu-persatu nama murid saya.

Alhamdulillah... ada anak bangsa, anak Indonesia, anak Kal-teng, anak Sempoa Sampit yang naik ke podium internasional.

Memang hanya 7 orang yang menyabet gelar juara dari 9 anak yang berangkat, itupun paling tinggi hanya dapat juara harapan 2 (bahasa kerennya 2nd Placing) dan lainnya adalah harapan 3 (3rd Placing),  sementara dua anak yang nggak juara tetap dapat penghargaan 'Merit' memenuhi standar internasional.





 Juara dari level Elementary 1-2, Intermediate 1-2, sampai Higher

Tapi mengingat peserta yang ikut adalah anak-anak dari seluruh dunia, dengan lebih dari 2500 peserta, bukankah pencapaian ini sudah sangat luar biasa untuk anak-anak daerah? Saya aja mungkin belum tentu bisa.

Saya saat itu mungkin adalah orang yang paling heboh setiap ada anak UMC Sempoa Sampit yang namanya disebutkan. Saya langsung kocar-kacir maju ke deretan depan panggung (meskipun lalu nongkrong disitu lama-lama buat ambil foto, sampai digombalin sama mas-mas panitia yang notabene orang Malaysia yang bahasanya saya nggak mudeng -___-'').
Mamah saya aja saat itu sampai speechless, meskipun biasanya dia heboh juga. Soalnya kali ini, adik saya juga jadi juara, fyi  dia sudah 3 kali ikut lomba internasional dan baru sekali ini berhasil juara level Advance, padahal tadinya dia mau nggak ikut karena sudah kelas 3 SMA, yah Tuhan memang adil, sekalinya ikut lagi dia berkesempatan naik ke podium internasional  :'). Jjang! Sister!

Mom n sister

Bangga betul anak-anak ini begitu pulang kampung, turun pesawat, pake baju merah putih dan bawa piala serta medali penghargaan. Samar-samar saya denger juga kalau ada orangtua yang ikutan terharu dan bergetar hatinya waktu melihat anaknya turun dari pesawat. Semacam atlet yang mengharumkan nama bangsa, meskipun tak banyak orang yang tahu dan peduli.

Di bandara udah disambut wartawan TVRI dan TV lokal

Jadi dari cerita di atas, saya cuma mau bilang, bahwa beda banget rasanya berhasil jadi juara dan berhasil 'membuat orang lain jadi juara'. Terutama berhasil mendidik anak-anak generasi muda sampai bisa berprestasi di ajang internasional. Saya tidak sendirian. Saya dan seluruh guru UMC Sempoa Sampit yang sudah lebih dulu mendidik anak-anak ini, merasa luar biasa bahagia.
Pengalaman juara anak-anak ini adalah pengalaman kami juga.

Saya dulunya engineer, saya sekarang teacher, tapi masih galau dan  tetep aja jobseeking kemana-mana.
Kalaupun nantinya saya meninggalkan profesi ini, saya bakal terus mengingat betapa bahagianya bisa memberi manfaat, mengajar, mendidik, melatih dan mengantarkan murid-murid saya berprestasi melawan seluruh dunia.

Kami sudah membuktikan kami bisa.

We have met people over the world, we are equal, we are the winners.


We are all the winners- Indonesia Representative




*Thanks to:
-Allah SWT, untuk memberi saya pengalaman hidup yang colourfull
-Mamah & Bapak yang sudah mengajak bergabung di UMC Sempoa dan membuat saya merasa berarti
-Adek saya yang bikin banyak hal terasa lucu, jangan males coy!
-Staf di UMC Sempoa Sampit dan pusat yang selalu mendukung kami
-Murid-murid UMC Sempoa Sampit yang sering bikin emosi, tetap pintar yaaaa...
-Teman-teman yang selalu mensupport apapun yang saya lakukan, dan
-Semua pihak yang terlibat....dan saya lupa siapa aja... :D


Keep Fighting! ~SBU~


Rabu, 12 Juni 2013

Bukan 'Cinta Dalam Kardus'

"Tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film "Cinta Dalam Kardus" yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013." 

Cintaku Gak Ada di Kardus

Buat aku, mengungkit kembali kenangan yang telah lalu itu semacam brunch, snack sebelum makan siang. Bukan menu wajib, tapi bila dilakukan bisa memberikan sensasi rasa yang berbeda, nice.

Sama rasanya saat kita sudah bisa move on, apa salahnya sesekali mundur sedikit? 

Sebenarnya kenapa sih kita harus move on? Apa kenangan dimasa lalu itu gak bagus? Memalukan? Bikin nyesek? Makanya seringkali kenangan itu harus disimpan rapat-rapat, disembunyikan di tempat yang aman. Jauh dari tangan-tangan dan mulut-mulut jahil. Karena bagi sebagian orang, kenangan yang bikin move on itu harus dikubur dalam-dalam supaya tidak menimbulkan masalah ketika akan melanjutkan hidup, ya melanjutkan hidup.

Kamu, bukanlah sosok yang pernah sebelumnya mampir dalam mimpi, atau tertuang dalam imajinasi konyol tentang romansa kecepatan tinggi yang mungkin terjadi dalam hidupku. Pun, ketika kamu hadir, aku gak melihat atau merasakan pertanda bahwa kamu mungkin menjadi suatu kenangan yang harus kusimpan baik-baik. 

Tapi nyatanya, secara tidak sadar aku sudah mencetak potongan puzzle yang kadangkala membuatku senyum-senyum sendiri atau kadang senyum-senyum bareng temen (jadi pikirannya fly entah kemana gitu).
Puzzle itu kalau disusun dengan benar, pelan-pelan akan menjadi satu bagian kenangan. Kenangan tentang seseorang yang pada akhirnya memilih, dipilih, atau tidak punya pilihan lagi selain pergi dari sisiku. Kenangan tentang ‘kamu’.

Mungkin orang lain akan butuh sebuah kardus untuk menyimpan kenangan yang manis, pahit, atau asem (emangnya ketek). Dan mungkin bagi mereka waktu satu setengah bulan cukup untuk memenuhi kardus dengan barang ‘berharga’ yang jadi sumber kenangan itu, minimal kardus sepatu, atau kardus mie instan (kalau barangnya banyak banget, mungkin butuh kardus rokok ukuran standar).

Tapi ketika aku coba ambil sebuah kardus (ceritanya pengen sok-sok an nyimpen barang-barang yang mungkin bisa menggali kembali memori tentang kamu), aku bingung. Bingung tingkat dewa, karena kenangan selama satu setengah bulan yang aku miliki tentang kamu tidak bisa kusimpan dalam kardus.

Kamu bukanlah seseorang yang meninggalkan pernak-pernik cantik dan unyu untuk dikenang (pada sebagian besar kasus, pernak-pernik ini kudu dicabik-cabik, dibakar, atau dikasih ke tukang loak, biar gak bikin galau dalam usaha move on). 

Tapi tawa kamu sewaktu kita main BINGO, senyuman kamu sewaktu kita contek-contekan dikelas, tampang serius disaat kamu cerita tentang sosok seorang ibu, dan suara kamu waktu kita karaokean (yang jujur bikin aku melting pengen jerit-jerit macam anak SMA nonton band indie di pensi sekolah, terutama waktu kita nyanyi bareng) adalah kenangan sederhana bagiku ketika kamu benar-benar harus pergi. 

Boy I hear you in my dream, I feel you whisper across the sea. I keep you with me, in my heart. You make it easier when life gets hard…
Lucky I’m in love with my bestfriend…

Jadi ketika kusadari bahwa aku harus move on, dan mengemasi semua kenangan itu ke dalam sebuah kardus, pada akhirnya yang kudapati hanyalah ‘kardus kosong’. 

Aku gak punya apa-apa. Dan kita memang bukan siapa-siapa. Tapi setidaknya aku punya kenangan.

Kenangan tentang kamu dan perasaanku. Perasaan yang mungkin kamu gak pernah tahu. Perasaan yang gak pernah mungkin aku simpan dalam kardus. 

Menurutku itu hanya ‘cinta’. Bukan ‘cinta dalam kardus’.